Header Ads

DVI Overview? Ini Penjelasan Kombes Pol Lisda Cancer


Sumbar,Panjipost.com, - Salah satu bentuk  kemampuan dari Kedokteran Kepolisian dalam kepentingan pelaksanaan terhadap tugas-tugas operasional kepolisian adalah Disaster Victim Identification (DVI).

Kombes Pol lisda cancer kabid dokkes polda sumbar dalam acara temuramah dengan para awak media,kamis (29april2021) memaparkan," Latar belakang geografis dan kondisi indonesia yang rawan bencana dengan populasi penduduk yang padat menjadikan DVI Overview sangat diperlukan.

DVI adalah suatu prosedur yang telah ditentukan untuk mengidentifikasi korban (mati ) secara ilmiah dalam sebuah insiden atau bencana masal berdasarkan prosedur yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan hasilnya kepada masyarakat dan hukum sesuai dengan Protokol Interpol.

Lebih lanjut, Kombes Pol lisda cancer menerangkan Dasar dasar Identifikasi dalam DVI adalah:

1.Dasar Primer / Primary Identifier

2.Sidik Jari/ Fingerprint

3.Hasil Pemeriksaan Gigi Geligi/ Dental Record

4.DNA

Sedangakan untuk Dasar Skunder/ Secondary Identifier adalah:

1.Barang kepemilikan/ Property

2.Data medis/ Medical

Pada prinsipnya Disaster Victim Identification DVI dibagi dalam  5 phase, yaitu:

1.Tempat Kejadian Perkara (TKP)

Merupakan tindakan awal yang dilakukan di tempat kejadian peristiwa (TKP) bencana. Ketika suatu bencana terjadi, prioritas yang paling utama adalah untuk mengetahui seberapa luas jangkauan bencana. Sebuah organisasi resmi harus mengasumsikan komando operasi secara keseluruhan untuk memastikan koordinasi personil dan sumber daya material yang efektif dalam penanganan bencana. Dalam kebanyakan kasus, polisi memikul tanggung jawab komando untuk operasi secara keseluruhan. Sebuah tim pendahulu (kepala tim DVI, ahli patologi forensik dan petugas polisi) harus sedini mungkin dikirim ke TKP untuk mengevaluasi situasi berikut :

-Keluasan TKP : pemetaan jangkauan bencana dan pemberian koordinat untuk area bencana.

-Perkiraan jumlah korban.

-Keadaan mayat.

-Evaluasi durasi yang dibutuhkan untuk melakukan DVI.

-Institusi medikolegal yang mampu merespon dan membantu proses DVI.

-Metode untuk menangani mayat.

-Transportasi mayat.

-Penyimpanan mayat.

-Kerusakan properti yang terjadi.

2.Post Mortem

Pengumpulan data post-mortem atau data yang diperoleh pasca kematian dilakukan oleh post-mortem unit yang diberi wewenang oleh organisasi yang memimpin komando DVI. Pada fase ini dilakukan berbagai pemeriksaan yang kesemuanya dilakukan untuk memperoleh data mempercepat data selengkap-lengkapnya mengenal korban. Pemeriksaan dan pencatatan data jenazah yang dilakukan diantaranya meliputi :

-Dokumentasi korban dengan mengabadikan foto kondisi jenazah korban.

-Pemeriksaan fisik, baik pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam jika diperlukan.

-Pemeriksaan sidik jari.

-Pemeriksaan rontgen.

-Pemeriksaan odontologi forensik : bentuk gigi dan rahang merupakan ciri khusus tiap orang ; tidak ada profil gigi yang identik pada 2 orang yang berbeda.

-Pemeriksaan DNA.

-Pemeriksaan antropologi forensik : pemeriksaan fisik secara keseluruhan, dari bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, tatto hingga cacat tubuh dan bekas luka yang ada di tubuh korban.

Data – data hasil pemeriksaan tersebut kemudian digolongkan ke dalam data primer dan data sekunder sebagai berikut :

PRIMER: SIDIK JARI, PROFIL GIGI, DNA.

SECONDARY: VISUAL, FOTOGRAFI, PROPERTI JENAZAH, MEDIK-ANTROPOLOGI (TINGGI BADAN, RAS, DLL).

Selain mengumpulkan data pasca kematian, pada fase ini juga sekaligus dilakukan tindakan untuk mencegah perubahan-perubahan pasca kematian pada jenazah, misalnya dengan meletakkan jenazah pada lingkungan dingin untuk memperlambat pembusukan.

3.Ante Mortem

Pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum kematian, data ini biasanya diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang yang terdekat dengan jenazah. Data yang diperoleh dapat berupa fotokorban semasa hidup. Interpretasi ciri-ciri spesifik jenazah, rekaman pemeriksaan gigi korban, data sidik jari korban semasa hidup, sempel DNA orang tua maupun kerabat korban, serta informasi-informasi lain yang relevan dan dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi, misalnya informasi mengenai pakaian terakhir yang dikenakan korban.

4.Rekonsiliasi

Pada fase ini dilakukan pembandingan data post mortem dengan data ante mortem. Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses identifikasi menentukan apakah temuan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante mortem milik korban yang dicurigai sebagai jenazah. Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok  maka dikatakan identifikasi positif atau telah tegak. Apabila data yang dibandingkan ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap dianggap negatif dan data post mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah.

5.Returning to the family

Korban yang telah diidentifikasi direkonstruksi hingga didapatkan kondisi kosmetik terbaik kemudian dikembalikan pada keluarganya untuk dimakamkan. Apabila korban tidak teridentifikasi maka data post mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah, dan pemakaman jenazah menjadi tanggung jawab organisasi yang memimpin komando DVI. Sertifikasi jenazah dan kepentingan medico-legal serta administrativ untuk penguburan menjadi tanggung jawab pihak yang menguburkan jenazah.


Tidak ada komentar

Selamat datang di Website WWW.Panjipost.com, Terima kasih telah berkunjung.. Semoga anda senang!! Tertanda Pemred: Andi Woo