Header Ads

Orkesra Oligarki Politik

Dr.H. Alirman Sori SH, M.Hum. M.M


Orkesra Oligarki Politik 

Oleh: Dr.H. Alirman Sori SH, M.Hum. M.M


Panjipost.com,- Kejarlah daku kau kutangkap, Anonim ini sangat cocok dengan suasana kebathinan politik saat ini. Ada sekelompok elit politik yang ingin coba bermain api untuk meneguhkan kekuasaanya dengan cara tidak normal dan diluar aturan bernegara.

Gejolak politik menjelang pesta demokrasi tak ubahnya seperti anak ABG yang di mabuk asmara.dia tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya. 

Baginya dunia seolah olah milik mereka berdua, beginilah gambaran hasrat asmara politik yang diperankan oleh kelompok oligarki politik, seolah olah yang punya republik ini kelompok mereka saja.

Olah vokal dan orkestra yang mereka mainkan tidak lagi mengikuti not nada, yang penting bernyanyi irama bapak suka. Pemain musik bingung dan penonton kebingungan. 

Ramainya pasar politik oleh gerombolan elit oligarki telah memantik reaksi dari berbagai pihak yang terbelah menjadi tiga faksi. Faksi menolak, faksi setuju dan faksi tidak peduli. Sikap tiga faksi berkesesuaian dengan istilah masa jabatan tiga periode.

Irama politik bapak suka, bukan isapan jempol, terompetnya ditiup oleh Pimpinan Parpol, bahkan ada pimpinan parpol membela usulan masa jabatan tiga periode bukan usulan sang penguasa, tetapi dari partai politik.

Sungguh berani pasang badan, tidak dia pikirkan dampak kepercayaan publik terhadap partainya yang terancam ditinggal oleh konstituennya pada pemilu nanti.

Lalu apa yang menimpa elit parpol tertentu sehingga berani pasang badan? Jawabannya multi tafsir yang pasti mereka tersandera kepentingan  politik untuk mengamankan dirinya.

Tersanderanya sekelompok elit parpol dalam hal tertentu membuat mereka berpikir tidak normal lagi. Hal ini menjadi posisi tawar oleh kelompok elit yang berada dipusaran kekuasaan sebagai perpanjangan tangan publik untuk menyuarakan dagelan politik tiga periode atau perpanjangan masa jabatan. Suatu keniscayaan tapi gerakan mereka masif dan terorganisir, mulai dari pusat sampai ke daerah.

Publik terbelah, pembelahan itu nyata dan kongkrit dengan kubu kubuan saling menyerang dan saling membela diantara kelompok.

Hujan politik sudah membasahi bumi persada, bahkan hujan politik yang tak kunjung reda akan berpotensi meluapkan air dan menimbulkan gelombang besar yang dapat merendam bumi pertiwi dan se isi bumi, kecuali mereka yang tingggal di istana kekuasaan  tertinggi. 

Wahai para pendewa politik, apa tidak ingat revolusi politik tahun 1998? Begitu susahnya kita capai untuk sebuah cita cita perubahan yang lebih baik. Kekuasan besar dan kuat berhasil kita robohkan bersama untuk kemaslahatan umat.

Belum hilang lelah perjuangan itu, kini ada sekelompok elit yang dulu melawan rezim berkuasa waktu itu, malah berbalik arah ingin meneguhkan dan membangun kekuasaan seperti masa lalu.

Sungguh suatu keniscayaan sejarah "buruk" terulang kembali, bumi pertiwi menangis, aras politik berguncang, Malapetaka politik mengoyak peradaban demokrasi.

Tumberlansi politik akan bergerak kearah yang sulit untuk dikendalikan. Huru hara politik bisa membenturkan dua kepentingan yang berbeda. Penjara politik akan menjadi tempat tahanan tawanan politik bagi kelompok yang berkuasa.

Ilunansi politik ini potret keniscayaan yang bisa saja terjadi, bila kita bersama tidak berani melawan kejahilan politik yang diperankan oleh aktor aktor intelektual politik.

Perubahan konstitisi yang dilakukan banyak membawa perubahan dalam praktik berbangsa dan bernegara dan perubahan besar itu juga telah menyulut ketidak pastian dalam berbagai  aspek kehidupan bernegara.

Indonesia sebagai negara yang berdasarkan pancasila namun tata kelola bernegara kebanyakan bertentangan dengan nilai dasar negara pancasila. Sebagian kebijakan negara tidak hadir dalam kehidupan bermasyarakat dalam memenuhi rasa aman, adil dan makmur.

Regulasi yang dibuat lebih berpihak melindungi pemilik modal, kekayaan alam dikuasai pemilik modal, ekonomi dikuasai oleh segelintir orang. Izin usaha rakyat sulit,karena semua kewenangan tarik ke pusat, misalnya izin Pertambangan Rakyat (IPR) 5 Ha, harus diurus ke pemerintah pusat. 

Minyak langka, pupuk langka, harga melambung, tenaga honor tidak dapat haknya, tapi pengangguran dibayar melalui kartu prakerja, lalu dimana kehadiran negara?

Kembali soal demokrasi menghadaoi pemilu 14 Februari 2024, Kepada para pemegang mandat kedaulatan rakyat, agar menjalankan mandat rakyat sesuai dengan konstitusi UUD 1945, pasal 1 ayat 3 bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang undang dasar.

Pemilu haru dilaksanakan sesuai ketentuan pasal 22E

(1). Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali.

(2). Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden.

Dan pemilu presiden laksanaan sesuai ketentuan pasal 7, bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Tidak usah berpikir tiga periode atau memperpanjang masa jabatan, tidak perlu mencari alasan alasan, apalagi mencari pembenaran yang membuat kegaduhan. Berpikirlah negarawan, kekuasaan bukan segalanya, tegakkan konstitusi UUD 1945, junjung tinggi kebenaran sebagai nilai berbangsa dan bernegara.  (**)


Tidak ada komentar

Selamat datang di Website WWW.Panjipost.com, Terima kasih telah berkunjung.. Semoga anda senang!! Tertanda Pemred: Andi Woo