Header Ads

Benarkah Ada Penyalahgunaan BBM Subsidi Berkedok Minyak Nelayan???



Padang, Panjipost.com, - Tingginya disparitas harga Solar subsidi dengan solar non subsidi (industri) ditengarai menjadi pemicu berbagai modus penyelewengan tersebut.

BBM bersubsidi merupakan hak masyarakat kurang mampu agar mendapatkan energi dengan harga terjangkau. Oleh sebab itu, setiap penyelewengan terhadap BBM bersubsidi merupakan tindakan kriminal melawan hukum dan pelakunya akan berhadapan dengan aparat penegak hukum.

Pemerintah akan bertindak tegas dengan menerapkan denda sesuai ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). Penerapan denda dalam penyalahgunaan BBM juga mendapatkan dukungan dalam Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) Pasal 55, yang disebutkan bahwa: Penyalahgunaan pengangkutan BBM ataupun perniagaan BBM maka di situ akan dikenakan sanksi denda mencapai Rp 60 miliar dan hukuman pidana 6 tahun penjara.

Meskipun pemerintah telah menetapkan sangsi hukum, namun penyelewengan/ penyalahgunaan BBM subsidi masih marak terjadi.

Adapun bentuk penyelewengan BBM bersubsidi dilakukan dengan bermacam-macam modus. Ada modus pengisian berulang oleh mobil pelangsir dengan tangki modifikasi atau truk yang sudah dimodifikasi. Ada juga pembelian dengan jerigen, pembelian tanpa struk, pembelian melalui pihak ketiga dan lain sebagainya.

Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan mengatakan setidaknya ada empat modus penyelewengan BBM, di mana tiga di antaranya dinamakan modus 'helikopter'.

Maksudnya 'helicopter mode' ini yaitu sebuah kendaraan terus menerus mengisi BBM bersubsidi berulang kali, namun menggunakan pelat nomor dan QR code untuk aplikasi khusus Pertamina yang berbeda.

"Beberapa modus yang kami sampaikan secara singkat. Helikopter di sini dimaksudkan adalah pengisian yang dilakukan berulang-ulang dengan menggunakan kendaraan bersama, tapi menggunakan pelat nomor QR code yang berbeda," ungkap Riva saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, dikutip Rabu (22/11/2023),

Adapun modus lain, lanjut Riva, dengan menggunakan bus pariwisata untuk mengisi BBM bersubsidi berulang kali. Selain itu, dia menyebutkan penyelewengan juga bisa dilakukan dengan memalsukan dokumen pemerintah bagi petani dan nelayan.

"Di mana untuk nelayan petani yang melakukan pengambilan atau diizinkan melakukan pengambilan menggunakan jerigen. Ini terkadang menggunakan surat rekomendasi yang digandakan," tambahnya.

Adapun parameter yang harus diwaspadai antara lain:
- Apabila truk melakukan pengisian BBM di SPBU dalam waktu lama (maksimal 20 menit)
- Mobil pribadi melakukan pengisian BBM dalam waktu lama (maksimal 10 menit)
- Motor modifikasi dengan menggunakan lebih dari satu jerigen.
- Kendaraan yang sama masuk secara berulang.
- Antrian kendaraan yang panjang di SPBU.

Menurut informasi dari masyarakat, salah satu SPBU dikota Padang kerap terjadi adanya indikasi penyalahgunaan penyaluran BBM jenis BIO Solar untuk nelayan.



Pantauan awak media Saat terlihat beberapa becak yang sedang antri mengisi BBM solar subsidi. Salah seorang pengemudi becak saat ditanya terkait solar subsidi tersebut hendak dibawa kemana, dia mengaku mau dipakai untuk kapal nelayan.

Ironinya ketika awak mengikuti salah satu becak yang telah selesai mengisi solar subsidi tersebut. Anehnya, becak itu tidak mengisi solar subsidi yang telah diangkut ke kapal nelayan, melainkan ditumpuk pinggir jalan yang terletak di kawasan Batang Arau, Muaro Padang.

Disinyalir solar subsidi itu sengaja ditumpuk untuk kembali diperjualbelikan pada pihak ketiga dengan tujuan mencari keuntungan. 

Terkait polemik yang tengah terjadi ditengah masyarakat tersebut,  Mahdiyal Hasan SH aktifis dan praktisi hukum mengatakan,  "SPBU tersebut disinyalir telah melanggar Undang undang Migas nomor 22 tahun 2001 tentang minyak gas dan bumi. Prosedur (SOP) yang ditetapkan pemerintah dimana stasiun bahan bakar umum dilarang melayani pengisian BBM subsidi menggunakan jerigen.

Dalam UU No 22 tahun 2001 berbunyi ” setiap orang yang melakukan niaga sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 tanpa ada izin usaha niaga maka dipidana paling lama 3 ( tiga ) tahun dan denda paling tinggi Rp. 20.000.000.000 ( dua puluh miliar rupiah ). Dan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 tanpa izin usaha pengolahan dipidana paling lama 5 ( lima ) tahun penjara dan denda paling tinggi Rp.50.000.000.000 (limapuluh miliar rupiah ).

Serta setiap orang yang melakukan penyimpanan tanpa izin usaha penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 maka dikenakan denda paling banyak Rp. 30.000.000.000 ( tiga puluh miliar rupiah). Adapun SPBU yang menjual BBM subsidi tersebut sehingga pembeli dapat melakukan penimbunan atau penyimpanan tanpa izin dapat dipidana dengan mengingat pasal 56 kitap undang undang hukum pidana (KUHP).

Lebih Lanjut Mahdiyal mengatakan” Kita berharap agar aparat penegak hukum dan pertamina untuk lebih proaktif dalam mengawasi isu- isu yang tengah beredar ditengah masyarakat dan memberikan tindakan tegas terhadap dugaan penyelewangan solar subsidi di SPBU tersebut.(002)

Nb: Hingga Berita ini diturunkan pihak media masih berupaya untuk mengkonfirmasi pihak terkait lainnya 

Tidak ada komentar

Selamat datang di Website WWW.Panjipost.com, Terima kasih telah berkunjung.. Semoga anda senang!! Tertanda Pemred: Andi Woo