Menyoal Proyek Pembangunan Jaringan Irigasi Tersier D.I. Batanghari
Pasalnya proyek yang dibiayai dari uang rakyat ini tidak hanya berjalan tanpa papan informasi, tetapi disinyalir juga sarat dugaan penggunaan material ilegal, lemahnya pengawasan.
Pantauan awak media pada 25 Juli 2025 memperlihatkan pekerjaan berlangsung tanpa plang kegiatan adalah sebuah pelanggaran nyata terhadap prinsip transparansi publik. Lebih parah, material yang dipakai pun diduga tidak sesuai aturan, tanah timbunan tanpa izin, batu mangga untuk pasangan mortar, hingga bahan bakar alat berat yang asal-usulnya tidak jelas.
Pekerjaan Terindikasi Tidak sesuai Spesifikasi Teknis
Berdasarkan dokumen standar pekerjaan jaringan irigasi tersier, kegiatan seharusnya mencakup, pemasangan pasangan batu mortar untuk pintu air dengan campuran 1 semen : 4 pasir, menggunakan takaran (dolak) sesuai standar teknis.
Penggunaan batu kali dari quarry resmi yang memiliki izin, bukan batu sembarangan atau “batu mangga”.
Tanah urug/timbunan wajib bersumber dari lokasi galian yang legal, dipadatkan lapis demi lapis sesuai spesifikasi.
Begitu juga dengan Keselamatan kerja (K3) harus dipenuhi, termasuk pemakaian alat pelindung diri (APD) lengkap bagi seluruh pekerja.
Pengawasan lapangan oleh konsultan supervisi serta kehadiran kontraktor wajib dilakukan setiap hari kerja untuk memastikan mutu dan kesesuaian pekerjaan.
Namun, fakta di lapangan jauh berbeda. Pekerja terlihat tanpa APD, adukan mortar dibuat tanpa takaran standar, batu yang digunakan diduga tidak berasal dari quarry resmi, dan tanah urug tidak jelas legalitasnya.
Adapun terkait dengan permasalahan tersebut, dilansir dari Laksusnews.my.id Kepala Satuan Kerja PJPA WS Batanghari, Tosweri, menegaskan bahwa proyek tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan kontrak kerja, spesifikasi teknis, dan ketentuan peraturan yang berlaku.
“Kami membantah tuduhan bahwa pekerjaan ini tertutup atau melanggar aturan. Semua tahapan telah melalui proses administrasi yang benar, dan setiap material yang digunakan telah memenuhi standar serta berasal dari sumber yang memiliki izin resmi,” jelas Tosweri dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Rabu (18/8/2025).
Terkait tidak adanya papan nama proyek saat dilakukan pengecekan lapangan oleh media, Tosweri menjelaskan bahwa papan informasi sudah terpasang sejak awal pekerjaan, namun pada saat tertentu sempat dilepas untuk proses perbaikan dan pembaruan data kontrak. “Itu hanya soal teknis. Papan informasi tidak pernah kami hilangkan,” tegasnya.
Sementara itu, dugaan penggunaan material ilegal seperti batu kali dan tanah urug tanpa izin resmi, dibantah oleh pihak kontraktor pelaksana. “Seluruh material kami beli dari penyedia yang telah memiliki dokumen legalitas lengkap. Kami juga memiliki bukti nota pembelian dan izin quarry,” ujar perwakilan kontraktor yang enggan disebutkan namanya.
Soal ketiadaan pekerja menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) saat pengambilan gambar, pihak pelaksana mengakui bahwa ada kelalaian pada saat tertentu, namun telah dilakukan peringatan dan penegasan kembali kepada seluruh pekerja untuk mematuhi SOP K3.
Mengenai dugaan minimnya pengawasan di lapangan, Tosweri menegaskan bahwa konsultan pengawas selalu melakukan pengecekan rutin sesuai jadwal. “Jika pada saat itu kebetulan tidak ada di lokasi, bukan berarti pengawasan absen. Ada momen-momen di mana pengawas sedang memeriksa bagian pekerjaan lain atau mengurus administrasi,” tambahnya.
Pihak PJPA WS Batanghari berkomitmen untuk terus melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar mutu dan ketentuan yang berlaku, serta membuka diri terhadap pengawasan dari semua pihak, termasuk masyarakat dan media.
“Kami menjunjung tinggi transparansi. Apabila ada pihak yang ingin mendapatkan data atau informasi lebih lengkap, silakan datang langsung ke kantor kami,” tutup Tosweri.(*)
Post a Comment