Ketua LMR RI Sumatera Barat, Ir. Sutan Hendy Alamsyah Sorot Proyek Sea Wall Pantai Sasak Pasaman Barat
![]() |
Ketua Lembaga Missi Reclasseering Republik Indonesia (LMR RI) Sumatera Barat, Ir. Sutan Hendy Alamsyah |
Pasaman,- Pekerjaan pembangunan seawall dan pengaman pantai di Sasak, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, senilai Rp 2,55 miliar menuai sorotan publik.
Proyek yang digawangi oleh Bidang PJSA, Dinas Sumber Daya Air Bina Konstruksi Sumatera Barat ini disinyalir menyimpan sejumlah kejanggalan, mulai dari penggunaan material hingga teknis/ metoda pelaksanaan di lapangan.
Sekaitan dengan hal tersebut, Ketua Lembaga Missi Reclasseering Republik Indonesia (LMR RI) Sumatera Barat, Ir. Sutan Hendy Alamsyah, mengaku pihaknya menerima banyak laporan permasalahan proyek tersebut. Salah satunya terkait penggunaan material batu yang dipakai.
“Publik butuh kejelasan yang konkret, bukan sekadar lisan. Harus ada bukti legalitas penggunaan material sesuai aturan,” kata Sutan ketika dihubungi lewat telepon, Jumat (3/10).
Sutan menilai, indikasi penggunaan batu dari quarry tak berizin harus segera dibuka ke publik. Pasalnya, material inti menjadi bagian krusial dalam ketahanan sea wall. “Kalau hanya kwitansi pembayaran tanpa dokumen pendukung izin tambang, itu tidak bisa dijadikan bukti sah. Apalagi sudah jelas disebut dalam RAB, material wajib sesuai spesifikasi,” ujarnya.
Tak hanya soal batu, pemasangan geotekstil juga menjadi tanda tanya besar. Meski pihak penyelenggara sempat mengirimkan dokumentasi ke media, publik meragukan keaslian waktunya. “Dokumen menunjukkan pemasangan pada 27 September. Padahal kontrak menyebut pekerjaan dimulai 14 Juni 2025. Ada selisih yang perlu diklarifikasi,” kata Sutan.
Menurutnya, fatal jika sea wall tersebut dibangun tanpa geotekstil. Sebab, tekanan air laut dari bawah bisa merusak susunan batu meski disusun dengan tekanan tertentu. “Kalau ini benar diabaikan, kekuatan sea wall jelas diragukan. Negara yang akhirnya dirugikan,” tambahnya.
Sutan menegaskan, dengan banyaknya kejanggalan, proyek ini layak menjadi atensi aparat penegak hukum (APH). Apalagi, lokasi pekerjaan cukup jauh dari pantauan publik maupun lembaga independen.
“Kalau benar ada penggunaan material tak berizin dan spesifikasi tidak sesuai kontrak, maka ini bukan hanya persoalan administrasi, tapi jelas pelanggaran hukum,” tegasnya.(Tim)
Nb: Hingga berita ini disiarkan, pihak media masih berupaya untuk mengkonfirmasi pihak terkait lainnya
Post a Comment