Header Ads

Pemberitaan Anak Hilang, KEJ vs PPRA".

Kamsul Hasan, ahli pers Dewan Pers, Ketua Komisi Kompetensi PWI Pusat, staf pengajar IISIP Jakarta

Panjipost.com,- Ada pertanyaan bagaimana memberitakan orang atau anak hilang, baik sebelum ditemukan maupun setelah ditemukan sesuai Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) Dewan Pers ?

Bicara lahirnya PPRA maka harus melihat sumber hukumnya terlebih dahulu yaitu UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Apa dan siapa yang dimaksud anak dalam UU ini.

Definisi anak yang selama ini digunakan dalam pemberitaan adalah Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang bersumber dari KUHP, hukum peninggalan Belanda.

Anak dalam Pasal 5 KEJ diartikan sebagai berikut ;
1. Berusia belum 16 tahun
2. Belum menikah
3. Pelaku tindak pidana

Jadi bila bicara anak hilang, maka menurut Pasal 5 KEJ baik sebelum ditemukan maupun setelah ditemukan, identitasnya boleh dibuka. Alasan karena dia bukan anak pelaku tindak pidana.

Berbeda dengan KEJ, PPRA yang bersumber pada UU SPPA mendefinisikan anak sebagai berikut ; 
1. Anak adalah mereka yang belum berusia 18 tahun
2. Sudah menikah atau belum tetap disebut anak apabila belum 18 tahun.
3. Bukan hanya sebagai pelaku tindak pidana. Anak yang berstatus korban atau saksi tindak pidana harus ditutup identitasnya.

Memberitakan anak hilang menurut Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) panduannya sebagai berikut ;

1. Anak atau orang hilang, belum bisa dikatakan berhadapan dengan hukum. Untuk memudahkan pencarian, maka identitasnya diperbolehkan dibuka dengan detail.

2. Saat ditemukan ada dua kemungkinan ;

A. Menghilang karena kemauan sendiri kasusnya terjadi di Cakung, Jakarta Timur. Anak ini hobi main game online, uang jajan dari ibunya yang buruh cuci tidak cukup. Dia kabur bersama temannya, dalam hal ini tidak ada unsur pidana. Anak ini tidak sedang berhadapan dengan hukum. Saat bapaknya menjemput, anak itu ditemukan boleh diberitakan dengan identitas jelas.

B. Anak masih Balita ditemukan di sekitar Masjid Stasiun Senin, dia diculik untuk diajak mengemis. Kasus ini ada unsur pidananya. Anak menjadi korban penculikan. Maka ini masuk sebagai anak berhadapan dengan hukum. Berita penemuan tidak boleh membuka identitas anak, orang tua dan alamat lagi, karena posisinya anak sebagai korban tindak pidana. (PPRA melarang, KEJ bolehkah identitasnya dibuka)

C. Bagaimana bila kasusnya dugaan penculikan seperti berita dibawah ini:


# Bila percobaan penculikan ada pelaku dan disidik polisi, maka kategorinya bisa menjadi saksi korban tindak pidana, tidak boleh dibuka.

Kalau belum ada unsur pidananya masih boleh dibuka. Bila polisi dalam penyelidikan menemukan unsur pidana dan meningkatkan status jadi penyidikan, maka Pemberitaan harus tutup identitas.

Catatan Kamsul Hasan, ahli pers Dewan Pers, Ketua Komisi Kompetensi PWI Pusat, staf pengajar IISIP Jakarta

Tidak ada komentar

Selamat datang di Website WWW.Panjipost.com, Terima kasih telah berkunjung.. Semoga anda senang!! Tertanda Pemred: Andi Woo